Kamis, 17 Februari 2022

PRAMUKA TERAKHIR

 Bekasi, 17 Februari 2022

Oleh Surmanto Adam

Ilustrasi Latihan Pramuka
"Dua kali tepuk Pramuka!" Kak Syamsuri yang merupakan guru kami memberi komando dengan lantang dari tengah-tengah pasukan penggalang yang sejak tadi telah membentuk angkare. Seluruh anggota pramuka penggalang menyambut komando tersebut dengan dua kali tepukan pramuka. Seketika suasana yang semula hening menjadi riuh dengan wajah-wajah penuh ceria dan penuh semangat.


Setiap pekan sekolah kami SD Negeri Bekasi Jaya rutin melaksanakan kegiatan latihan pasukan penggalang. Biasanya kegiatan latihan kepramukaan dilaksanakan setelah kegiatan belajar mengajar atau KBM. Latihan kepramukaan merupakan kegiatan yang sangat kami rindu setiap pekannya, maklum saja setelah satu pekan belajar tentu anak-anak sangat menginginkan kegiatan yang menyenangkan. 

Ilustrasi Latihan Pramuka

Pak Syamsuri guru kelas enam kami sangat piawai dalam menyajikan kegiatan yang menyenangkan, tak heran jika anak-anak di sekolah kami sangat menyukai beliau. Sosok yang bersahaja sangat nampak pada diri Pak Syamsuri. Saat beliau berada di kelas  pun sangat menyenangkan. Materi belajar yang disajikan selalu membuat murid-murid senang. Ia mampu mengemas materi pelajaran dengan berbagai cara, terkadang sambil bermain, bernyanyi, mengamati lingkungan bahkan sambil berkarya. Pokoknya kalau Pak Syamsuri tidak hadir karena sesuatu hal rasanya kelas menjadi hampa, mungkin bagai masakan yang hambar karena kurang bumbu.

Sabtu ini Kak Syamsuri atau Kak Syam memimpin pelatihan dengan semangat dan penuh canda. Kami murid-murid beliau pun tidak memiliki alasan untuk tidak semangat mengikuti pelatihan pramuka. Aku dan dua sahabatku Fredy dan Welly sangat antusias mengikutinya. Kami bertiga duduk sejajar diantara teman yang lain, sesekali kami tertawa terpingkal-pingkal jika Kak Syam  bercerita kisah-kisah lucu dan permainan sedikit kocak. Kami pun hanyut dalam suasana yang mengasyikkan dan menyenangkan itu.

Satu setengah jam kami berlatih rasanya sangat kurang, namun kami harus kembali kerumah dengan harapan pekan depan dapat berlatih dan bermain bersama lagi. Sepanjang jalan aku, Welly dan Ferdy  asyik memperbincangkan kegiatan yang telah berlangsung di sekolah tadi. Perbincangan kami terus terjadi sampai di sebuah pertigaan jalan. Di sana kami pun berpisah. Aku lebih awal tiba di rumah sedang Fredy dan Welly masih melanjutkan perjalanan.

Nampak dari kejauhan kedua orangtuaku dengan seorang laki-laki separuh baya duduk-duduk di balai bambu yang beralaskan tikar pandan. Mereka nampak berbincang-bincang tentang sesuatu hal yang aku tidak mengerti. Rupanya ayah dari temanku Fredy yang menjadi teman dalam perbincangan tersebut. Biasanya beliau pergi bekerja namun hari ini tidak berangkat. "Kamu ga kerja Frans?" (nama ayahnya Fredy) tanya ibuku. "Tau nih mak, kok rasanya lemas sekali ya mau jalan!" jawab Pak Frans pada ibuku yang biasa ia panggil Emak. "Ya sudah kalau dirasa kurang enak, baiknya tidak usah berangkat, khawatir nanti ada apa-apa!" lanjut ibuku.

Tidak beberapa lama Pak Frans pergi meninggalkan kedua orangtuaku. Belum hilang dari pandangan datang  seorang gadis remaja dengan wajah nampak sedih dan airmata yang menetes dari kedua kelopak matanya. "Papih, ayo pulang!" Dengan rasa bingung Pak Frans bertanya, "Ada apa kak?" "Sudah, ayo kita pulang saja!" Dengan rasa masih banyak menyimpan tanda tanya Pak Frans pun pergi dengan sebelah tangan digandeng anaknya tersebut.

Kedua orangtuaku merasa heran, mereka saling berpandangan seakan bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi dikejauhan. Ah, semoga tidak terjadi apa-apa", ucap ayahku. Sementara Pak Frans dan anaknya hilang di sebuah tikungan gang dekat rumah Pak RT dan kedua orangtuaku pun pergi menuju kegiatan mereka masing-masing.

Seketika kampung terasa sunyi tak ada orang yang nampak. Ya memang jam-jam segini penduduk kampung baru pulang dari sawah dan ladang mereka sedang anak-anak kampung entah kenapa belum nampak ada yang bermain, mungkin mereka belum selesai mengganti pakaian dan makan siang setelah sepulang sekolah tadi.

"Mak,,,, mak, beh,,. beh,,, babeh,  Terdengar suara teriakan seorang laki-laki dari luar rumah. Ibuku yang sedang  berada di dapur seketika itu pun bergegas keluar untuk memastikan siapa yang manggilnya itu. 

"Sepertinya suara Si Cunlih" (nama pemuda yang tinggal berdekatan dengan rumah Pak RT) gumam ibuku sambil membuka pintu depan.

"Ada apa Lih, kenapa Lih, kok kaya orang dikesurupan saja kamu?" ucap ibuku pada pemuda itu.

"Mak, Si Fredy... Si Fredy mak, kasian dia mak!"

"Iya, ada apa dengan Si Fredy Lih, bicara yang benar!", sahut ibuku penasaran.

"Fredy ditabrak Koasi!" (nama angkutan umum)

"Astaghfirullah, kapan, dimana?" ibuku sedikit shok seketika itu.

"Tidak tahu mak, Ulih juga tidak tahu persis bagaimana kejadiannya, tapi katanya sih Si Fredy disuruh meminjam setrikaan listrik (saat itu jarang orang memiliki setrika jenis ini) di rumah saudaranya, saat hendak kembali pulang Si Fredy berdiri di tepi jalan nunggu dua Koasi yang melaju ugal-ugalan, nah, di situ kejadiannya mak!"

"Ya Allah, Fredy kasihan kamu nak". 

"Lalu bagaimana Si Fredy sekarang Lih?"

"Itu lah mak, Si Fredy meningal di tempat, sebab bagian kepalanya pecah dan penuh darah mengalir mak!"

"Ya Allah, Fredy kenapa nasibmu begini nak!" 

Tidak berapa lama ayahku pun datang dari samping halaman rumah. "Ada apa Lih?" penasaran ayahku yang mendengar perbincangan mereka dari samping rumah.

"Itu beh, Si Fredy ditabrak Koasi dan kepalanya pecah!" 

"Ya Allah, kasihan Si Fredy, sudah kita hayu kita kerumahnya!" lanjut ayahku pada mereka berdua. 

Aku yang mendengarkan perbincangan tersebut hanya diam dan tanpa sadar mataku berkaca-kaca. Baru saja kami menghabiskan hari-hari di sekolah bersama dalam sebuah latihan pramuka dengan penuh keceriaan, kini satu sahabatku telah jauh meninggalkan dunia ini. 

Esok tak ada lagi canda dan tawanya, tempat kami duduk-duduk bertiga pun esok akan nampak sepi. Tidak ada yang dapat menduga kalau hari itu merupakan hari terakhir kami berlatih pramuka bersama. Hari itu pula hari terakhir kami pergi dan pulang sekolah bersama. Berjalan di pematang sawah sambil bersenda gurau menjadi kenangan kami. Kini semua hanya menjadi potongan-potongan cerita di masa tua.    



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RELEVANSI In House Training (IHT) KURIKULUM MERDEKA TERHADAP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GURU

Oleh S. Adam Abu Tsaqif Bekasi, 3 Agustus 2023           Cikal bakal Kurikulum Merdeka diawali dengan adanya Kurikulum Darurat sebagai upa...