Minggu, 05 Desember 2021

IBU AMISAH

Bekasi, 5 Desember 2021

Meski Usia Setengah Abad 

Ilustrasi matahari pagi
Pajar merekah mulai menyibakkan selimut sutra putih, perlahan sinarnya menerpa hijau pucuk daun nangka yang tumbuh besar di samping rumah tua. Sesekali kilau terpancar dari biasan embun yang masih rindu dekapan malam dan sebagian menembus lubang-lubang bilik yang sudah renta. Tanah lataran nampak sedikit basah, kemarin sore memang hujan turun walau tak seberapa lama. Angin dingin semilir berhembus seakan menyapa dahan dan ranting-ranting yang masih bermalas-malasan.

Ibu Amisah adalah sosok ibu yang tak pernah mengeluh. Meski usia sudah setengah abad lebih namun tekad untuk membantu sang suami untuk memenuhi kebutuhan hidup tak pernah surut. Maklum penghasilan suami hanya mengandalkan panen dari beberapa pohon nangka, kelapa, petai, dan kedondong.

Ladang yang tak seberapa luas ditanami beberapa jenis ripang seperti jahe, lengkuas, kunyit, dan kencur di beberapa tempat ada tanaman cabai. Hasil tanaman itu tidak menjadi tambahan penghasilan sebab hanya untuk sedikit menopang kebutuhan tertentu saja.

Sebelum subuh ibu Amisah telah terjaga dan berkholwat dengan Sang Pencipta. Beberapa adonan kue sudah ada di atas meja sebagian yang sudah matang siap dikemas, biasanya selepas subuh pekerjaan itu pun dilanjutkan hingga pengemasan selesai tepat pukul enam. 

Sudah menjadi rutinitas anak-anaknya membantu mengantarkan kue-kue itu ke beberapa warung dan kantin sekolah. Yani, anak perempuan yang berusia lima belas tahun membantu pekerjaan itu. Yani hanya lulus sekolah dasar INPRES (Instruksi Presiden) yang letaknya sekitar satu setengah kilo meter dari rumahnya dan itu melalui pematang sawah. 

Dalam keriput kulit pipi dan letihnya usia seakan tak nampak sedikitpun duka. Senyum dan wajah penuh warna seakan membungkus kecemasan yang setiap hari datang dalam kegamangan. "Akankah esok pajar kembali merekah?". Jika hari-hari diselimuti gelap dan hujan tentu dagangan pun tak banyak terjual. Dibalik kerisauannya ia selalu memohon di sepertiga malam agar esok anaknya dapat makan dan jajan.

Nasi Goreng Untuk Anak

Ilustrasi dua anak pulang sekolah
Hari mulai siang, matahari tepat di atas kepala, alunan azan dzuhur terdengar samar dari kejauhan. Manto dan adiknya  Supri dua orang anak laki-laki pulang dari sekolah, SD Negeri Bekasi Jaya tempat mereka bersekolah. Keringat bercucuran  membasahi wajah-wajah yang nampak lusuh. "Ibu mana kak?" tanya salah seorang dari mereka kepada Yani kakaknya. "Ada, sudah sanah ganti pakaian kalian dan setelah itu makan!"


Selepas mengganti pakaian mereka pun menghampiri meja makan. Tudung saji pun dibuka perlahan, nampak dua piring nasi goreng sudah disiapkan. "Ibu tidak nyayur kak?",tanya Manto pada kakaknya. "Sudah makan saja yang ada!", jawabnya sambil berbisik seakan ada sesuatu yang tidak ingin diketahui kedua adiknya itu.

Nasi goreng hanya dengan bumbu cabai, bawang merah, dan garam habis dilahap oleh keduanya. Rasa lapar mungkin sudah dirasakan sejak dari sepulang sekolah, wajar saja sebab kedua anak itu tidak membawa bekal saat berangkat ke sekolah. Mereka hanya sarapan nasi putih dan goreng garam (Garam yang digoreng dengan irisan cabai dan bawang). Bagi mereka meski makan hanya seadanya tidak pernah merasa kecewa bahkan mereka sangat menyadari jika untuk membeli beras saja kedua orangtuanya harus bersusah payah. Tidak jarang sang ayah harus hutang beras ke toko Cina yang sangat dikenal dan mempercayainya, Encim Eler namanya. 

Kini perut sudah terisi, sejak tadi ibunya tidak nampak di hadapan kedua anak itu. Manto mencari keberadaan ibunya. Saat menyibakkan gorden pintu kamar didapati ibu Amisah sedang tertidur. Yani, kakaknya memberi isyarat lambaian tangan memanggil, segera saja Manto menghampirinya. "Ibu tadi pesan minta dibangunkan saat menjelang asar". Sangat sering ibu Amisah tidak nampak ikut makan saat anak-anaknya makan bahkan pernah satu ketika ia berbohong kepada anak-anaknya kalau ia sudah makan. Rasa sayang kepada anak-anaknya begitu besar sehingga sering kali ia melakukannya agar anak-anaknya tenang. 

Ilustrasi memasak saat pesta
Ibu Amisah memang sosok ibu tua yang tidak pernah merasa lelah, jika ada tetangga yang memintanya untuk membantu memasak di sebuah pesta pernikahan atau khitan ia sangat ringan tangan. Ia tidak memikirkan apakah diberi upah besar atau kecil hal itu bukan menjadi tujuan, baginya dapat membantu saja sudah cukup.

3 komentar:

RELEVANSI In House Training (IHT) KURIKULUM MERDEKA TERHADAP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GURU

Oleh S. Adam Abu Tsaqif Bekasi, 3 Agustus 2023           Cikal bakal Kurikulum Merdeka diawali dengan adanya Kurikulum Darurat sebagai upa...