Oleh S. Adam Abu Tsaqif
Bekasi, 3 Agustus 2023
Cikal bakal Kurikulum Merdeka diawali dengan adanya Kurikulum Darurat sebagai upaya learning loss recovery akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia dan Indonesia salah satunya. Kurikulum Merdeka pada awalnya bersifat optional artinya tidak ada paksaan bagi sekolah yang merasa lebih nyaman melaksanakan Kurikulum 2013 sehingga bagi sekolah-sekolah yang sudah memiliki keinginan untuk melakukan perubahan dapat mendaftarkan satuan pendidikannya untuk melaksanakan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Untuk memberikan pemahaman terhadap Implementasi Kurikulum Merdeka sekolah melaksanakan In House Training yang disingkat IHT. In House Training itu sendiri merupakan sebuah program pelatihan yang dilaksanakan setiap tahun oleh sebuah lembaga yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pada lembaga tersebut. Materi In House Training atau IHT biasanya disesuaikan dengan kebutuhan peserta dan lembaga penyelenggara.
Baru-baru ini hampir diseluruh sekolah telah melaksanakan In
House Training, tentu dalam hal ini IHT dilaksanakan terkait Implementasi
Kurikulum Merdeka. Menteri
Jika kita perhatikan tujuan awal dari peluncuran Kurikulum Merdeka tentulah baik sebab berdasarkan dari apa yang disampaikan bahwa kurikulum ini jauh lebih ringkas, sederhana dan lebih fleksibel. Bahkan untuk dapat dipahami oleh para guru tidak sedikit dan tidak jarang sekolah atau lembaga terkait melaksanakan diklat, workshop dan pelatihan terkait Implementasi Kurikulum Merdeka ini. Bahkan kegiatan IHT mungkin dalam penyelenggaraannya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Jika untuk penyelenggaraan IHT saja sudah memerlukan biaya yang cukup besar namun hasil yang diharapkan tidak dapat menjawab kebutuhan yang sangat mendasar tentu hal itu akan menjadi sia-sia. Boleh jadi IHT hanya kegiatan buang-buang anggaran tanpa adanya hasil yang diharapkan.
Kalau kita perhatikan In House Training Implementasi Kurikulum Mereka yang telah dilaksanakan di sekolah-sekolah rata-rata materi yang disampaikan tidak lebih dari hal-hal yang seharusnya bersifat Paperless atau mengurangi hal-hal yang bersifat administratif bagi guru. IHT Impementasi Kurikulum Merdeka seharusnya tidak sekedar membahas perubahan-perubahan pada aspek pembelajaran, penilaian, struktur kurikulum, dan perangkat ajar. Bahkan guru tidak hanya mengetahui perubahan nama-nama saja seperti ATP, CP, Modul ajar, TP, KKTP, IKTP dan lainnya. Hal yang terpenting bagi sekolah adalah bagaimana mengembangkan empat kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi professional.
Terdapat delapan keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang guru dan sangat berperan bagi keberhasilan kegiatan pembelajaran yaitu keterampilan: bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan individual. Hal ini yang seharusnya menjadi pokok penting dalam pelaksanaan In House Training. Terhadap delapan keterampilan tersebut bukan berarti guru tidak mengetahui, namun hal yang dikhawatirkan adalah tidak menutup kemungkinan delapan keterampilan tersebut baru muncul saat pelaksanaan supervise oleh kepala sekolah atau pengawas, sehingga banyak guru yang abai atau melalaikannya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari.
Berharap Kurikulum Merdeka dapat menjawab learning loss recovery rasanya sulit untuk diwujudkan, sebab tetap saja beban guru terpusat pada kelengkapan administrasi semata. Contoh ini sudah dapat kita perhatikan ketika pelaksanaan IHT guru lebih dominan pada mengetahui singkatan dari perubahan mana saja serta bagaimana cara membuat administrasi pada Kurikulum Merdeka. Pada kenyataan lain saya memperhatikan dan merasakan sendiri bagaimana saat supervisi atau PKG (Penilaian Kinerja Guru) hal yang menjadi pokok bahasan tidak lebih dari kelengkapan administrasi guru. Guru yang memiliki administrasi legkap dan benar maka sudah barang tentu memperoleh nilai plus. Sedangkan itu semua sama sekali tidak berdampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak di kelas.
Mengapa kita tidak mau merubah padikma lama yang hanya sekedar gugur kewajiban administrasi dan tidak pernah bertanya terkait kesulitan guru saat menjalankan tugas pokoknya. Tidak pernah bertanya pada seorang guru harapan apa yang ingin dicapai terhadap anak didiknya. Bahkan tidak pernah bertanya pada murid nilai-nilai adab apa yang sudah gurunya ajarkan dan hal-hal apa yang murid banggakan dari seorang gurunya.
Tugas guru tidak hanya ketercapaian angka-angka bagi ia dan muridnya, tapi lebih pada bagaimana menumbuhkan karakter kinerja dan karakter etika secara seimbang. Boleh jadi jika standar keberhasilan dan loyalitas hanya pada pemenuhan administrasi guru tentu apa membedanya guru dengan Tata Usaha. Benar pada Kurikulum Merdeka diberi ruang P5 (Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dengan berbagai rincian yang ingin dicapai, sedangkan dalam pelaksanaanya P5 memerlukan sistim pengajaran yang dapat dilaksanakan secara rinci dan kapasitas SDM yang mendukung. Lalu di mana ruang bagi guru untuk mampu mengembangkan atau merevitalisasi kecakapan diri yang menjadi dasar keberhasilan pembelajaran di kelas serta tercapainya tujuan pendidikan nasional kita.
Tulisan ini merupakan opini saya setelah memperhatikan kegiatan IHT yang dilaksanakan di Gugus IX Sumberjaya dan beberapa informasi dari sekolah lain.