Alihkan Fokus
Sebagian orang cukup puas dengan apa yang sudah diraihnya, meski
itu keburukan sekalipun. “Ah. saya sih terima saja lah, toh sudah nasib saya
kok begini!” atau “Sudah terima saja, toh memang sudah nasibmu begitu!” dan
masih ada banyak ungkapan yang menunjukan kepasrahan tanpa melalukan perbaikan
sedikitpun. Jika ini dibiarkan tentu akan kurang baik bagi dirinya bahkan bisa
saja penyakit ini menjamur pada orang lain.
Nasib sering kali dikonotasikan pada sebuah keburukan, kegagalan
atau bentuk negative dan kesialan yang telah diusahakan. Artinya ketika
seseorang sudah melakukan usaha namun kurang mendapat hasil yang diinginkan.
Contoh, “Sudah nasibmu gagal menikah dengan si Fulan!”
Sementara takdir sesuatu yang tidak dapat diterka atau
direncanakan sama sekali karena itu rencana Tuhan. Jadi kalau dilihat konsep
ini seakan nasib cenderung pada kegagalan sedang takdir cenderung pada
kebahagiaan. Bahasa takdir cenderung
lebih halus dibanding nasib, namun tidak jarang pula orang kecewa dianggapnya
takdir. Misal saat masih muda memiliki cita-cita menjadi seorang dokter namun
saat dewasa ia menjadi seorang guru, lantas yang dikatakannya “Memang sudah
takdir saya menjadi guru”. Dalam konteks ini maka takdir menjadi bentuk
ungkapan kepasrahan.
Sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, setiap
menusia yang lahir sudah ditentukan rizki, jodoh dan kematiannya. ini yang
disebut dengan takdir azali. Pada prinsipnya kita tidak boleh menyerah dengan
keadaan yang terjadi. Usaha dan kerja keras dengan diiringi doa adalah suatu
keharusan. Doa, dan tetap tawakal atas kehendak Allah menjadi sarana motivasi
untuk meraih kesuksesan.
Sekedar berbagi pengalaman selepas tahun 2008 saya orang yang
sering mendengar tidak akan ada pengangkatan CPNS, bahkan ditawari untuk
memberi sesuatu agar menjadi CPNS pun saya pernah. Namun semua dapat saya jawab
di tahun 2014 lulusnya saya dari tes CPNS bahkan kesuksesan lain mengiringi
karier saya menjadi peserta Pra Jabatan terbaik satu dan lulus ujian PLPG. Maka
berpikir fokus pada apa yang ingin diraih hingga dan yakinlah dengan apa yang
akan diharapkan.
Bergabung dalam satu komunitas positif merupakan salah satu bentuk pengembangan diri dan mengeksplore kompetensi kita. Komunitas tersebut bisa saja seperti WhatsApp Grup Belajar Menulis atau grup lain yang mampu membuat kita termotivasi untuk melakukan perubahan positif. Setiap kita yang bergabung disini punya harapan yang ingin dicapai. Dan harapan itu tentu berbeda-beda tergantung untuk apa kita mengikuti sebuah grup kreatif dan edukatif tersebut. Bahkan semua itu tergantung seberapa besar ekspetasi yang dimiliki seseorang.
Mengubah
Ekspektasi Menjadi Prestasi
Sekilas, menulis merupakan hal yang sangat mudah. Logikanya bukankah kita sudah sering menulis sejak kecil? Tutur beliau.
Beliau menyampaikan, ketika
kemampuan menulis tersebut disandingkan dengan ekspektasi sebuah karya yang
bernilai bagi orang lain muncullah masalah besar, diantaranya :
1. Bagaimana memulai sebuah tulisan?
2. Apa ide / topik yang harus kita tulis?
3. Apakah tulisan saya menarik?,
![]() |
Buku Karya Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd. |
Dua hal
penting yang harus kita ubah, yaitu mindset dan passion. Mindset adalah
cara pikir tentang sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan kita.
Sementara passion adalah sesuatu yang membuat kita tidak pernah merasa bosan. Kedua hal ini di bahas secara detail
dalam buku beliau yang ketiga, hasil kolaborasi bersama Prof. Eko Indrajit di
terima dan diterbitkan oleh Penerbit Andi.
Beliau
berjuang membangun tekad dan keyakinan yang kuat untuk mencapai
realitas.
Terkadang beliau juga harus nekat mengambil keputusan yang jika dipikir dengan
akal sehat pencapaiannya sangat mustahil. Beliau selalu berusaha konsisten
terhadap ekspektasi yang sudah susah payah beliau bangun. Pantang mundur
jika kaki sudah melangkah.
Berbagi
Pengalaman
Beliau
berbagi cerita, saat menerima tantangan Prof. Eko untuk menulis buku dalam
seminggu, ada sejuta keraguan yang menyelimuti hati dan pikiran beliau. Berbagai pemikiran negatif
menghantui, namun berkat kenekatan, dibarengi niat, tekad, serta konsistensi
yang kuat akhirnya ekspektasi beliau berubah menjadi sebuah prestasi.
Saat Pak
Joko mengumumkan bahwa tulisan beliau lolos tanpa revisi, beliau seolah tak
percaya.Tidak pernah menyangka bahwa tulisannya yang menurut penilaian beliau
hanyalah tulisan biasa saja ternyata memiliki takdir luar biasa.
Dari
pengalaman ini beliau belajar beberapa hal dalam menulis:
“Tulislah apa yang ingin kita tulis. Menulislah apa adanya, tanpa beban, dan tekanan”.
Kendala Saat Menulis
Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd. menyampaikan: Biasanya, kendala di awal kita menulis adalah bingung mencari ide. Tidak tahu apa yang akan kita tulis. Untuk mengatasinya, marilah kita mulai menuliskan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Mis: tentang hobi memasak, kegiatan sehari-hari, atau tingkah lucu anak-anak kita. Tuliskan apa saja yang terlintas dalam pikiran. tidak perlu kita memikirkan tata bahasa, ejaan dan lain ssebagainya. Setiap kalimat yang terlintas segera ditulis.
Beliau
biasanya menulis di hand phone. kadang saat tidak hand phone pegang ,
menuliskan di benda apa saja yang beliau temui. Pernah beliau nulisnya di
telapak tangan, pernah juga di paha.
Hal yang
paling sulit untuk memenuhi ekspektasi menulis adalah ketika kita tidak punya
hobi menulis. Kata orang hanya "Iseng-iseng" atau ikut-ikutan. Tidak
masalah, jika kita tidak memiliki hobi, bukankah rasa iseng jika terus dilatih
bisa menjadi suatu keterampilan?
Beliau
menyampaikan kalau beliau termasuk orang yang menulis tergantung mood. Itu
sangat berat beliau rasakan ketika menerima tantangan Prof. Eko. Rasanya
bulan dan matahari berpindah tempat. Disaat seperti itulah beliau menguatkan
tekad dan niat untuk mencapai realitas. Jadi, menulis itu adalah sebuah
perjuangan untuk melawan semua tantangan yang menggoyahkan niat. Mantap....
Tuntas menjadi
hal yang harus diperhatikan dalam menulis Menulislah hingga tuntas. Jangan
sering menengok halaman yang sudah kita tulis, karena itu merupakan salah satu
godaan yang membuat kita berpikir 1.000 kali tentang apa yang sudah kita tulis.
kita akan berpikir untuk edit dan edit lagi. akhirnya tulisan kita tidak
tuntas.
Penutup
Sebagai kesimpulan beliau menyampaikan : Menulis merupakan suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu, agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita.
Salam
Literasi!
![]() |
Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd. |