Rabu, 26 Agustus 2020

HIDUP MISKIN LEBIH BAIK?

 

BAHAGIA TAK HARUS KAYA

Oleh : Surmanto Adam

#AISEI_8

Keliru Memandang Bahagia

Selasa, 25 Agustus 2020

Tidak ada satu manusia pun yang menginginkan hidup susah. Jika kita bertanya pada seorang pemulung, pengemis bahkan pekerja sex komersial tentang “Apakah anda ingin hidup bahagia?” tantu saja mereka menjawab “iya!” hanya saja banyak diantara mereka tidak memahami hakikat hidup bahagia itu seperti apa.

Menjadi orang sukses hidup berkecukupan bahkan bergelimang harta tentu menjadi harapan setiap orang. Bagaimana tidak segala kebutuhan hidup dapat ia penuhi dengan mudahnya. Rumah megah, kendaraan super mewah, travling hingga ke belahan bumi yang disukai bahkan ia masih mampu mendapatkan segala apa saja yang ia inginkan dengan harta yang dimilikinya. Setidaknya demikian gambaran kecil kehidupan sebagian  orang yang dianggap bahagia.

Banyak diantara kita cenderung keliru dalam memahami arti bahagia. Jika hanya sebatas ungkapan di atas tentu kurang tepat sebab sejatinya kebahagiaan itu mencakup dua hal yaitu kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat. Seburuk apa pun tabiat seseorang ketika diminta memilih apakah kebahagiaan dunia atau kebahagiaan ahirat tentu akan menginginkan keduanya.

Ada satu kisah yang mungkin akan membuka mata hati kita semua tentang kehidupan manusia pada zaman Nabi Isa AS ketika ia bersama para sahabatnya yangberjulah 12 orang berdawah dari satu tempat ke tempat lain hingga memasuki sebuah desa yang kosong, namun sepanjang jalan yang dilaluinya bergelimpangan jasad para penduduk desa tersebut. Nabi Isa pun berkata “Wahai para hawariku,(pengukut setia) sesungguhnya orang-orang ini meninggal karena kemarahan (Allah). Jika bukan karena itu tentu saja mereka masih sempat menguburkan satu sama lainnya!”  Kaum hawariyyun pun berkata, “Wahai kekasih Allah, kami ingin mengetahui kisah tentang mereka ini!”

Nabi Isa pun berdoa dan atas izin Allah pada malam harinya ia dapat memanggil penduduk desa sehingga salah seorang datang memenuhi panggilan. Dari tempat yang agak tinggi ia dan pengikutnya melihat orang itu mendekat, Nabi Isa berkata, “Bagaimana keadaanmu dan bagaimana kisahmu?” Dan orang itu menjawab,  “Kami bermalam dalam keadaan sehat wal afiat, namun kami bangun pagi dalam neraka hawiyah” “Bagaimana bisa terjadi?” tanya Nabi Isa.  Orang itu pun menjawab, ”Semua itu karena kami sangat mencintai dunia dan kami taat pada orang yang berbuat maksiat!”  Nabi Isa pun bertanya, “Bagaimana kecintaanmu terhadap dunia?” orang itu menjawab, “Kami para penduduk desa mencintai dunia sebagaimana seorang anak kecil mencintai ibunya. Jika dunia datang (harta benda)kami sangat gembira, namun jika itu tidak ada kami sangat sedih dan menagis!”  “Lalu bagaimana dengan teman-temanmu, mengapa mereka tidak datang memenuhi panggilanku?” tanya Nabi Isa kembali, “Mereka dikendalikan dengan api neraka, di tangan para malaikat yang kasar dan keras!” “Tapi bagaimana denganmu, mengapa dapat memenuhi panggilanku?”  Orang itu menjawab, “Aku memang berada di antara mereka, namun aku tidak termasuk di antara mereka (artinya tidak terlalu mencintai dunia dan tidak suka berbuat maksiat) ketika siksaan Allah datang kepada mereka, siksaan itu menimpa aku juga. Karena itu aku hanya tergantung di tepi neraka, tetapi aku tidak tahu apakah aku selamat atau jatuh kedalam neraka? dan Allah mengijinkan  untuk datang ketika engkau memanggil kami!”  Nabi Isa pun mengucapkan terima kasih dan orang itu lenyap dikegelapan malam. Nabi Isa AS bersabda, “Sungguh memakan sepotong roti sya’ir (roti kasar berkualitas rendah)  memakai pakaian sederhana dan tidur  di dekat tempat sampah lebih banyak mambawa keselamatan (kebahagiaan) dunia dan akhirat!”

Dari kisah tersebut tentu kita akan mampu memahami bagaimana kebahagiaan sesungguhnya. Sebab sejatinya kebahagian itu adalah sesuatu yang mampu membawa keselamatan dunia dan akhirat. Harta kekayaan yang kita miliki hendaknya menjadi perantara atau jalan bagi kita untuk selalu dekat kepada Allah bukan sebaliknya harta kekayaan dimiliki akan menyebabkan pemiliknya dihinggapi penyakit al wahn, yaitu penyakit cinta berlebihan terhadap dunia dan takut akan kematian. Jika itu terjadi maka kemiskinan yang didasari kesabaran, ketaatan dan rasa syukur kepada Allah akan lebih baik bagi diri kita.

Allahu’alam,

Semoga bermanfaat dan tetap semangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RELEVANSI In House Training (IHT) KURIKULUM MERDEKA TERHADAP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GURU

Oleh S. Adam Abu Tsaqif Bekasi, 3 Agustus 2023           Cikal bakal Kurikulum Merdeka diawali dengan adanya Kurikulum Darurat sebagai upa...