Kamis, 19 November 2020

Menilik Kisah Inspiratif Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd.

Oleh Surmanto Adam

Alihkan Fokus

Sebagian orang cukup puas dengan apa yang sudah diraihnya, meski itu keburukan sekalipun. “Ah. saya sih terima saja lah, toh sudah nasib saya kok begini!” atau “Sudah terima saja, toh memang sudah nasibmu begitu!” dan masih ada banyak ungkapan yang menunjukan kepasrahan tanpa melalukan perbaikan sedikitpun. Jika ini dibiarkan tentu akan kurang baik bagi dirinya bahkan bisa saja penyakit ini menjamur pada orang lain.

Nasib sering kali dikonotasikan pada sebuah keburukan, kegagalan atau bentuk negative dan kesialan yang telah diusahakan. Artinya ketika seseorang sudah melakukan usaha namun kurang mendapat hasil yang diinginkan. Contoh, “Sudah nasibmu gagal menikah dengan si Fulan!” 

Sementara takdir sesuatu yang tidak dapat diterka atau direncanakan sama sekali karena itu rencana Tuhan. Jadi kalau dilihat konsep ini seakan nasib cenderung pada kegagalan sedang takdir cenderung pada kebahagiaan.  Bahasa takdir cenderung lebih halus dibanding nasib, namun tidak jarang pula orang kecewa dianggapnya takdir. Misal saat masih muda memiliki cita-cita menjadi seorang dokter namun saat dewasa ia menjadi seorang guru, lantas yang dikatakannya “Memang sudah takdir saya menjadi guru”. Dalam konteks ini maka takdir menjadi bentuk ungkapan kepasrahan.

Sejak 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi, setiap menusia yang lahir sudah ditentukan rizki, jodoh dan kematiannya. ini yang disebut dengan takdir azali. Pada prinsipnya kita tidak boleh menyerah dengan keadaan yang terjadi. Usaha dan kerja keras dengan diiringi doa adalah suatu keharusan. Doa, dan tetap tawakal atas kehendak Allah menjadi sarana motivasi untuk meraih kesuksesan.

Sekedar berbagi pengalaman selepas tahun 2008 saya orang yang sering mendengar tidak akan ada pengangkatan CPNS, bahkan ditawari untuk memberi sesuatu agar menjadi CPNS pun saya pernah. Namun semua dapat saya jawab di tahun 2014 lulusnya saya dari tes CPNS bahkan kesuksesan lain mengiringi karier saya menjadi peserta Pra Jabatan terbaik satu dan lulus ujian PLPG. Maka berpikir fokus pada apa yang ingin diraih hingga dan yakinlah dengan apa yang akan diharapkan.

Bergabung dalam satu komunitas positif merupakan salah satu bentuk pengembangan diri dan mengeksplore kompetensi kita. Komunitas tersebut bisa saja seperti WhatsApp Grup Belajar Menulis atau grup lain yang mampu membuat kita termotivasi untuk melakukan perubahan positif. Setiap kita yang bergabung disini punya harapan yang ingin dicapai. Dan harapan itu tentu berbeda-beda tergantung untuk apa kita mengikuti sebuah grup kreatif dan edukatif tersebut. Bahkan semua itu tergantung seberapa besar ekspetasi yang dimiliki seseorang.

Mengubah Ekspektasi Menjadi Prestasi

Mengutip perkataan Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd. “Ekspektasi tak seindah kenyataan, tidak selalu sama dengan realita”, begitu beliau menuturkan. Kondisi tersebut kemudian menjadi inspirasi beliau sehingga dapat menuliskan buku ke-2 yang diterbitkan pada tahun 2019.

Ya, betul dengan apa yang disampaikan bahwa dalam hal menulis, harapan terbesar kita adalah mampu merangkai kata-kata menjadi sebuah paragraf menarik yang terus berangkai menjadi bab demi bab hingga akhirnya menjadi sebuah buku. Berikut profil singkat beliau: 

Sekilas, menulis merupakan hal yang sangat mudah. Logikanya bukankah kita sudah sering menulis sejak kecil? Tutur beliau. 

Beliau menyampaikan, ketika kemampuan menulis tersebut disandingkan dengan ekspektasi sebuah karya yang bernilai bagi orang lain muncullah masalah besar, diantaranya :

1. Bagaimana memulai sebuah tulisan?
2. Apa ide / topik yang harus kita tulis?
3. Apakah tulisan saya menarik?,

Buku Karya  Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd.
Butuh proses untuk berjuang. Tentu banyak hambatan yang mengiringi baik datang dalam diri sendiri maupun dari lingkungan kita. Beliau menyampaikan bahwa sebenarnya, tantangan menulis terbesar itu ada pada diri kita sendiri. Yaitu mood dan kemauan alias niat. Oleh karena itu untuk mengubah ekspektasi menjadi prestasi kita harus berubah. 

Dua hal penting yang harus kita ubah, yaitu mindset dan passion. Mindset adalah cara pikir tentang sesuatu yang dapat mempengaruhi sikap dan tindakan kita. Sementara passion adalah sesuatu yang membuat kita tidak pernah merasa bosan. Kedua hal ini di bahas secara detail dalam buku beliau yang ketiga, hasil kolaborasi bersama Prof. Eko Indrajit di terima dan diterbitkan oleh Penerbit Andi.

Beliau berjuang membangun tekad dan keyakinan yang kuat untuk mencapai realitas. 
Terkadang beliau juga harus nekat mengambil keputusan yang jika dipikir dengan akal sehat pencapaiannya sangat mustahil. Beliau selalu berusaha konsisten terhadap ekspektasi yang sudah susah payah  beliau bangun. Pantang mundur jika kaki sudah melangkah. 

Berbagi Pengalaman

Beliau berbagi cerita, saat menerima tantangan Prof. Eko untuk menulis buku dalam seminggu, ada sejuta keraguan yang menyelimuti hati dan pikiran beliau.  Berbagai pemikiran negatif menghantui, namun berkat kenekatan, dibarengi niat, tekad, serta konsistensi yang kuat akhirnya ekspektasi beliau berubah menjadi sebuah prestasi. 

Saat Pak Joko mengumumkan bahwa tulisan beliau lolos tanpa revisi, beliau seolah tak percaya.Tidak pernah menyangka bahwa tulisannya yang menurut penilaian beliau hanyalah tulisan biasa saja ternyata memiliki takdir luar biasa.

Dari pengalaman ini beliau belajar beberapa hal dalam menulis:

“Tulislah apa yang ingin kita tulis. Menulislah apa adanya, tanpa beban, dan tekanan”. 

“Jadikan menulis sebagai suatu kebutuhan. Menulislah hingga tuntas, jangan memikirkan editing”. “Menulis jangan terlalu lama!” 
“Jangan memikirkan baik buruknya tulisan kita, karena yang akan menilai adalah pembaca”

Kendala Saat Menulis

Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd. menyampaikan: Biasanya, kendala di awal kita menulis adalah bingung mencari ide. Tidak tahu apa yang akan kita tulis. Untuk mengatasinya, marilah kita mulai menuliskan hal-hal kecil yang ada di sekitar kita. Mis: tentang hobi memasak, kegiatan sehari-hari, atau tingkah lucu anak-anak kita. Tuliskan apa saja yang terlintas dalam pikiran. tidak perlu kita memikirkan tata bahasa, ejaan dan lain ssebagainya. Setiap kalimat yang terlintas segera ditulis. 

Beliau biasanya menulis di hand phone. kadang saat tidak hand phone pegang ,  menuliskan di benda apa saja yang beliau temui. Pernah beliau nulisnya di telapak tangan, pernah juga di paha.

Hal yang paling sulit untuk memenuhi ekspektasi menulis adalah ketika kita tidak punya hobi menulis. Kata orang hanya "Iseng-iseng" atau ikut-ikutan. Tidak masalah, jika kita tidak memiliki hobi, bukankah rasa iseng jika terus dilatih bisa menjadi suatu keterampilan?

Beliau menyampaikan kalau beliau termasuk orang yang menulis tergantung mood. Itu sangat berat beliau rasakan ketika menerima tantangan Prof. Eko.  Rasanya bulan dan matahari berpindah tempat. Disaat seperti itulah beliau menguatkan tekad dan niat untuk mencapai realitas. Jadi, menulis itu adalah sebuah perjuangan untuk melawan semua tantangan yang menggoyahkan niat. Mantap....

Tuntas menjadi hal yang harus diperhatikan dalam menulis Menulislah hingga tuntas. Jangan sering menengok halaman yang sudah kita tulis, karena itu merupakan salah satu godaan yang membuat kita berpikir 1.000 kali tentang apa yang sudah kita tulis. kita akan berpikir untuk edit dan edit lagi. akhirnya tulisan kita tidak tuntas.

Penutup 

Sebagai kesimpulan beliau menyampaikan : Menulis merupakan suatu tantangan antara harapan dan kenyataan. Ekspektasi dalam menulis harus terus kita perjuangkan dengan niat, tekad, nekad dan konsisten. Realitas berupa prestasi adalah buah dari perjuangan. Maka berjuanglah menuntaskan karyamu, agar jejak yang ditinggal bermanfaat bagi generasi setelah kita. 

Salam Literasi!

 

 Ibu Jamila K. Baderan, M.Pd.

 

3 komentar:

RELEVANSI In House Training (IHT) KURIKULUM MERDEKA TERHADAP PENGEMBANGAN KETERAMPILAN GURU

Oleh S. Adam Abu Tsaqif Bekasi, 3 Agustus 2023           Cikal bakal Kurikulum Merdeka diawali dengan adanya Kurikulum Darurat sebagai upa...